Renungan Harian GKE ini menjadi berkat untuk Jemaat GKE dimana saja.

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 6 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 7 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 8 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 30 September 2013

Hati yang Telah Digerkkan oleh Kasih Allah

Senin, 30 September 2013
HATI YANG TELAH DIGERAKKAN OLEH KASIH ALLAH
Mazmur 36:1-13
Oleh : Kristinus Unting

Entah apa perasaan saudara ketika membaca kisah nyata berikut ini. Apakah menitikkan air mata. Atau biasa-biasa saja, tidak percaya, atau malah sinis segala?. Ya, tentang kisah nyata seorang kakek tua di Tianjin, Cina bernama Bai Fang Li. Ia bukanlah orang yang berkelimpahan harta. Li adalah kakek yang miskin secara materi, tetapi punya hati yang luar biasa kaya. Kemiskinan tidak membuatnya punya alasan untuk memberi. Ia terpanggil untuk memberi sumbangan kepada sekolah-sekolah dan universitas di kotanya untuk menolong lebih dari 300 anak miskin agar mampu memperoleh pendidikan demi masa depan mereka. Selama 20 tahun ia menggenjot becaknya demi memperoleh uang agar bisa menambah jumlah sumbangannya.

Ia memilih hidup secukupnya agar bisa semakin banyak memberi. Makan siangnya hanyalah dua buah kue kismis dan air tawar, sedang malamnya ia hanya makan sepotong daging atau sebutir telur. Baju yang ia kenakan diambil dari tempat sampah, jika mendapat beberapa helai pakaian itu sudah merupakan suatu kemewahan. Li menarik becak tanpa henti, 365 hari setahun tanp peduli kondisi cuaca. Baik ketika salju turun atau panas terik menyengat, dia terus mengayuh becaknya mulai jam 6 pagi hingga jam 8 malam. "Tidak apa-apa saya menderita", tetapi biarlah anak-anak yang miskin itu dapat bersekolah" katanya. Ketika usianya menginjak 90 tahun, ia tahu ia tidak mampu lagi mengayuh becaknya.

Tabungan terakhirnya berjumlah 500 yuan atau sekitar Rp 650.000, dan semuanya ia sumbangkan ke sekolah Yao Hua. Dia berkata, "Saya sudah tidak dapat mengayuh becak lagi. Saya tidak dapat menyumbang lagi. Ini mungkin terakhir yang dapat saya sumbangkan.." Dan semua guru disana pun menangis. Tiga tahun kemudian, Bai Fang Li wafat dan dikatakan meninggal dalam kemiskinan. Tetapi lihatlah dibalik kemiskinannya itu ia telah menyumbang 350.000 yuan secara total, atau sekitar Rp 455 juta rupiah selama hidupnya. Ia membaktikan hidupnya secara penuh demi membantu anak-anak miskin yang tidak sanggup sekolah. Sebuah kisah inspiratif yang sungguh mengharukan.

Oh, saudara..... Dari milyaran orang di dunia ini, ada berapa banyak Bai Fang Li yang peduli terhadap sesamanya dan mau mengorbankan diri demi membantu mereka? Orang miskin seperti Bai Fang Li mau melakukan itu, sementara banyak orang kaya masih saja merasa tidak cukup untuk bisa berbuat sesuatu bagi sesamanya. Di tengah kehidupan dunia yang berpusat pada kepentingan pribadi, bukankah yang sering terjadi hanyalah memikirkan kepentingan pribadi saja? Atau paling banter sebatas keluarga saja? Bahkan kalau perlu saling sikut dan membinasakan demi keuntungan sendiri?

Apa yang dilakukan Bai Fang Li menunjukkan bahwa ternyata masih ada orang-orang berhati mulia melebihi emas di muka bumi ini. Ketika orang terus merasa dirinya tidak mampu dan menolak membantu orang yang susah meski hanya sedikit saja sekalipun, Bai Fang Li menunjukkan bahwa ia masih terus bisa memberi dalam kekurangannya. Kontribusinya bukanlah sebatas kata-kata simpati saja, tetapi semua tertumpah nyata lewat pengorbanan-pengorbanan yang ia lakukan demi membantu anak-anak yang tidak memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan.

Saudara, perenungan mendalam kita adalah, kenapa ia mampu tidak memikirkan dirinya sendiri, bahkan rela berkorban habis-habisan sampai batas terakhir kekuatannya demi menolong sesamanya? Ya, yang pasti adalah persoalan hati. Apa yang bertahta di hati manusia. Apakah hatinya penuh rancangan kejahatan atau telah diisi oleh kasih Allah (ay.5). orang semacam Lie mampu berbuat demikian tentu karena hatinya telah digerakkan oleh kasih Allah (ay.10,11). Ia tahu persis apa yang sekiranya membuat hidupnya berharga dan mati tidak sia-sia! Tanpa itu, manusia tak mungkin dapat berbuat apa- yang terbaik bagi sesamanya. Bagaimana dengan Anda dan saya? Oh……malu rasanya. Jika mau jujur, kita yang mengaku sebagai anak-anak Tuhan ternyata tidak memiliki secuilpun hati seperti dia. Saudara, mungkin kita memang tidak mampu berbuat seperti yang dilakukan Bai Fang Li. Tapi paling tidak, janganlah kita sampai menyusahkan hidup orang lain. Amin!

Diposkan Oleh Admin Renungan Harian Almanak Nas GKE

Minggu, 29 September 2013

Bagai Domba di Tengah Serigala

Minggu, 29 September 2013
BAGAI DOMBA DI TENGAH SERIGALA
Matius 10:16-33
Oleh : Pdt.Kristinus Unting, M.Div

Menjadi pengikut Kristus bukanlah suatu perkara gampang. Yesus sendiri mengatakan: “Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala…” Ujian seringkali mewarnai perjalanan hidup kita dengan berbagai bentuk. Bisa jadi lewat godaan dunia yang membuat kita berkompromi dengan dosa. Atau bisa juga dengan memaksa kita untuk memilih tetap setia kepada Tuhan, tetapi dengan konsekuensi dikucilkan.

Di jaman yang penuh dengan kepura-puraan ini, jika tidak pintar dan cerdik, maka kita akan mudah menjadi korban. Menjadi korban kepalsuan! Ya, menjadi korban intrik-intrik busuk berbagai bentuk penipuan, intimidasi, sumpah palsu dari berbagai macam janji gombal, hingga korban kekerasan. Tidak tanggung-tanggung, nyawa pun menjadi taruhan! Motif-motif busuk mengatasnamakan kebaikan, demi rakyat, demi negara, demi ini dan itu, bahkan malah mengatasnakan demi membela kebenaran agama dengan sangat mudah dijumpai. Seakan lebih gampang ditemui daripada pisang goreng. Sedangkan yang benar-benar baik, tulus, dan setia? Oh, mungkin Anda harus mengarungi tujuh samudera terlebih dahulu untuk menemukannya. Karena hal demikian rupanya sudah semakin menjadi barang langka!

Di dalam keadaan seperti ini apa yang seharusnya kita lakukan? Yesus menegaskan: “….. sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.” (ay. 16). Saudara, pernahkah kita berpikir, kenapa Yesus memberikan semacam jalan keluar yang begitu unik dan terkesan gampang, tak seimbang? Bukankah yang kita hadapi adalah kawanan serigala ganas yang tak kenal ampun dan tak pernah berbelas kasihan?

Kenapa harus seperti ular? Kenapa harus bersikap seperti merpati? Bukankah yang lebih rasional itu menyamar seperti serigala supaya aman? Atau menjadi serigala sekalian biar seimbang? Apa sih keistimewaan ular atau merpati jika dibandingkan dengan serigala? Bukankah ular itu sering berkonotasi negativ? Bukankah ular melambangkan sifat pengkhianat, jahat, pemberontak, penipu, sombong = semua sifat yang dimiliki Setan? Oh, saudara….. tunggu dulu. Perlu difahami secara cermat! Perhatikan dan baca berulang-ulang kata “MENJADI CERDIK” seperti ular. Bukan “MENJADI LICIK” seperti ular. Jadi ada batasannya. Bukan semua sifat ular yang harus kita tiru! Kita diminta untuk “cerdik” seperti ular!

Dalam Kejadian 3:1 dikatakan: “Adapun ular ialah yang paling cerdik dari segala binatang di darat yang dijadikan oleh TUHAN Allah.” Ular mampu berganti kulit secara periodik, hal ini memungkinkannya untuk melepaskan diri dari parasit-parasit yang menempel pada kulitnya. Karena kemampuan renewal inilah, ia dijadikan lambang kesehatan. Ada satu lagi keistimewaan ular. Apa itu? Ular adalah binatang yang tidak mudah untuk dijebak. Cerdik seperti ular artinya tidak mudah terbujuk sama halnya seperti ular, tidak mudah untuk terjebak. Dan yang tidak kalah penting, ular punya keistimewaan khusus lainnya, karena ketika ia tidak dapat melarikan diri dari jebakan musuhnya, setidak- tidaknya ia mempertahankan kepalanya bebas dari kesakitan, sementara merelakan sisa tubuhnya menderita. Oleh karena itu, para murid Kristus, yang mempunyai Kristus sebagai kepala mereka, harus mempertahankan iman mereka, meskipun kehilangan apapun yang lain.

Lalu tentang “Tulus seperti merpati”? Saudara, meskipun merpati adalah salah satu keluarga burung (avian family), ia tidak seperti burung-burung lainya, ia tidak memiliki sumber kepahitan didalam dirinya. Karena merpati tidak memiliki empedu. Karenanya tidak berlebihan bila burung menjadi lambang Roh Kudus. Kedua sifat ini harus menjadi satu, tidak boleh berdiri sendiri-sendiri. Karena kalau kita hanya cerdik tapi tidak tulus itu namanya licik, dan kalau kita hanya tulus tapi tidak cerdik itu namanya kekonyolan!

Bagaimana dengan Anda dan saya? Apakah rela bertahan demi iman kepada Yesus atau sebaliknya? Atau rela menukarkan Yesus separoh harga demi sang pujaan hati walau tak seiman? Atau rela menukarkan Yesus dengan yang lain demi keamanan? Demi kemudahan atau jabatan? Soren Kierkegaard mengatakan: ” Let us win our battle, but remember that not every battle is worth fighting for”. Untuk memenangkan pertarungan melawan apapun, kita harus bertarung dengan penuh semangat kebaikan, tapi kecerdikan dan kepintaran menjadi senjata utama kita mengalahkan musuh kejahatan.

Yesus tidak mengharapkan kita menjadi domba yang lemah. Sebagai anak-anak Tuhan kita harus memiliki hati dan motivasi yang murni. Untuk dapat menjalani kehidupan yang penuh tantangan ini kita harus memiliki hikmat Allah. Seperti kata Tuhan Yesus, kita harus cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. Anak Tuhan yang sejati semestinya selalu waspada, sebab orang yang mempunyai kewaspadaan tinggi maka ia mempunyai kemampuan membedakan antara kebenaran dan kepalsuan. Waspadalah seperti ular agar tidak mudah dikelabui oleh tipuan-tipuan dunia ini. Tuluslah seperti merpati supaya hati kita tetap lurus di hadapan Tuhan. Amin!

Diposkan Oleh Admin Renungan Harian Almanak Nas GKE

Sabtu, 28 September 2013

HIDUP DALAM KEKUDUSAN

Sabtu, 28 September 2013
HIDUP DALAM KEKUDUSAN
Imamat 19:1-37
Oleh : Pdt.Kristinus Unting, M.Div

Kita seringkali disebut orang-orang kudus, tetapi apakah benar hidup kita kudus? Kita harus hidup kudus bukan hanya karena Allah menghendaki kita untuk hidup kudus, tetapi juga karena diri kita semestinya mengungkapkan kehadiran Allah di tengah dunia. Yohanes Calvin menulis di dalam Institutio, “Kekudusan hidup merupakan suatu target yang mesti diusahakan dan diperjuangkan.” Maukah kita mengusahakan dan memperjuangkannya? Pengenalan akan jati diri sebagai umat Tuhan adalah hal yang mendasar dan penting. Umat Tuhan adalah umat yang dikuduskan, umat yang menjaga diri dari hal-hal yang najis. Maka persoalannya bukan siapa aku dulu, tetapi siapa aku sekarang yang menentukan apakah aku termasuk umat Tuhan atau tidak.

Hidup yang kudus merupakan pintu masuk dimana berkat Allah akan dinyatakan dalam hidup kita. Firman Allah menegaskan: “Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, kudus.” (ay.2). Selanjutnya dikatakan: “Janganlah engkau menyebarkan fitnah di antara orang-orang sebangsamu; janganlah engkau mengancam hidup sesamamu manusia; Akulah TUHAN” (ay.16) Demikian juga dikatakan: “Apabila seorang laki-laki bersetubuh dengan seorang perempuan, yakni seorang budak perempuan yang ada di bawah kuasa laki-laki lain, tetapi yang tidak pernah ditebus dan tidak juga diberi tanda surat merdeka, maka perbuatan itu haruslah dihukum; tetapi janganlah keduanya dihukum mati, karena perempuan itu belum dimerdekakan.” (ay.20).

Sneca, seorang ahli filsafat dari Roma pernah mengatakan, bahwa: “Perempuan dinikmati untuk diceraikan, dan diceraikan untuk dinikahi.” Dalam nada yang hampir sama, Demosthenes, seorang ahli filsafat dari Yunani juga pernah mengatakan: “Kita memelihara orang sundal untuk kesenanga; kita memelihara gundik untuk keperluan badani sehari-hari; kita memelihara isteri untuk beranak dan memelihara rumah tangga.” Orang percaya dituntut untuk memiliki martabat hidup yang lebih tinggi (pengudusan) dari masyarakat di sekitar yang biasa dengan kehidupan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah (kafir). Pergumulan kita jaman sekarang, kita melihat ada banyak orang Kristen yang kembali pada perbuatan-perbuatan cemar seperti perzinahan, perselingkuhan, perceraian dengan begitu mudah. Padahal Tuhan memanggil kita menjadi jemaat-Nya, bukanlah untuk melakukan yang cemar, melainkan apa yang kudus (bdk.I Tes. 4:7).
Saudara-saudara yang dikasihi dan mengasihi Tuhan Yesus..Tidak ada cara lain untuk menyaksikan bahwa kekristenan lebih baik dari yang lain dalam kehidupan ini selain dari bagaimana kita menampilkan diri sebagai manusia yang baik, memperlihatkan sikap hormat kepada Tuhan, moral etis yang baik, bekerja dengan baik, menjadi seorang teman yang lebih baik, dan menjadi orang yang dapat dipercaya. Dalam sikap etis moral, semestinya orang percaya lebih bersungguh-sungguh lagi dalam hal kasih dan kesetiaan, menghormati pernikahan yang sesuai dengan azas kekristenan (monogami). Kasih Yesus harus menjadi pola hidup kita, karena kasih itu sendiri merupakan hakikat atau kesempurnaan Allah. Dalam segi cara hidup, orang Kristen seharusnya melakukan pekerjaannya sehari-hari dengan tenang, rajin dan efisien. Hidup dalam kekudusan adalah langkah penting untuk kita bisa berdampingan dengan ALLAH. Dan memang, dibutuhkan kekudusan hidup bila kita sungguh-sungguh rindu untuk bisa mengalami perjumpaan dengan TUHAN Yang Maha Kudus nantinya, “Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, kudus.” Amin!

Diposkan Oleh Admin Renungan Harian Almanak Nas GKE

Jumat, 27 September 2013

TANGAN YANG KUAT, BUKAN TANGAN BESI

Jumat, 27 September 2013
TANGAN YANG KUAT, BUKAN TANGAN BESI
Yosua 4:1-24
Oleh : Pdt. Ayang Setiawan, M.Th.

Ada seorang ahli filsafat politik bernama Nicolo Machiavelli, membuat sebuah tulisan: “untuk dikagumi rakyat, buat mereka takut kepadamu.” Sepanjang sejarah dunia kita bisa melihat ada banyak pemimpin yang entah sadar atau tidak mengiyakan perkataan Machiavelli ini. Mereka memerintah dengan sewenang-wenang, membatasi ruang gerak rakyat, bertindak represif, otoriter, kaku, bahkan tidak segan-segan menindas rakyat. Cara kekerasan dipakai sebagai jalan keluar dari permasalahan, dengan harapan agar rakyat mengakui kekuatannya, sehingga orang merasa takut dan kemudian patuh. Kalau mau jujur, kepemimpinan seperti ini bukan hanya bisa diterapkan oleh para pemimpin negara, tapi juga pemimpin lembaga (termasuk lembaga gerejawi), atau juga pemimpin keluarga. Kepemimpinan dengan cara menggunakan kekuatan dan kekerasan ini disebut pemimpin tangan besi. Bagaimana halnya dengan Allah? Bagaimanakah Allah menggunakan kekuatan dan kemahakuasaan-NYA? Apakah IA juga menggunakan kemahakuasaan-NYA dengan tangan besi?

Pembacaan firman Tuhan hari ini menceritakan tentang bagaimana Tuhan memerintahkan Yosua untuk memilih 12 orang dari tiap-tiap suku Israel dan mengambil dua belas batu dari tengah sungai Yordan di mana para imam menjejaknya. Keduabelas batu yang disebut sebagai “batu peringatan” (ayat 7) selanjutnya didirikan oleh Yosua di Gilgal (ayat 20). Apa tujuannya? Allah ingin bangsa Israel selalu mengingat peristiwa mengeringnya Sungai Yordan saat mereka melintas menyeberang, mengingat bahwa Tuhanlah yang telah memimpin nenek moyang mereka masuk ke Tanah Perjanjian (Kanaan). Batu-batu itu juga didirikan agar anak-anak Israel di kemudian hari dapat mengetahui karya Allah yang sudah melepaskan nenek moyang mereka dari ganasnya Sungai Yordan. Lebih dari itu, batu-batu itu juga didirikan “supaya semua bangsa di bumi tahu bahwa kuat tangan Tuhan, dan supaya mereka selalu takut kepada Tuhan, Allahmu.” (ayat 24). Bukan seperti para pemimpin dunia yang menggunakan kekuatan dan kekuasaannya dengan tangan besi, tangan kuat Allah justru menolong, membebaskan, menopang.
Saudara-saudara yang dikasihi dan mengasihi Tuhan Yesus..Sebagaimana bangsa Israel, kitapun mengakui dan mengimani bahwa Allah kita itu kuat, mahakuat, mahadahsyat dan mahakuasa. Namun kita juga sering lupa. Ketika masalah demi masalah yang menimpa seseorang secara bertubi-tubi seringkali membuat dirinya menjadi letih dan lesu, merasa menghadapi segalanya sendiri, hidup terasa hampa, tidak tahu mau kemana dan dengan siapa mengadu, merasa seakan-akan hidup hanya sendirian di dunia ini dan tidak punya arah dan tujuan yang ingin dituju. Kondisi seperti ini sedikit banyak membuat orang menjadi mudah marah, emosi tinggi, stress, dan hidup dalam ketakutan yang berlebihan. Hidup menjadi sulit dan tidak ada damai sejahtera. Permasalahan, pergumulan hidup, berbagai rintangan dan tantangan kehidupan lalu menjauhkan kita dari Tuhan.

Di sinilah letak permasalahannya, mengapa batu peringatan itu penting! Karena kita sering dan mudah lupa bahwa kita punya Tuhan yang dengan kekuatan tangan-NYA mampu menolong kita; kita hanya mengandalkan kekuatan sendiri. Tanpa berpegang pada tangan kuat Tuhan yang menopang, kita tidak akan mampu. Kita memerlukan tangan kuat itu untuk tetap menopang kehidupan kita, kita memerlukan kuasa dan kasih Tuhan untuk tetap berdiri teguh di dalam menghadapi apapun juga yang berusaha merintangi. Jangan ragu, jangan takut. Allah selalu mengulurkan tangan-NYA dan turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi orang yang percaya dan mengasihi DIA (Roma 8:28). Tidak ada hal yang terlalu berat jika kita bersedia memberi kesempatan tangan kuat
Tuhan ikut menopang kita. Amin!

Diposkan Oleh Admin Renungan Harian Almanak Nas GKE

Kamis, 26 September 2013

TIDAK SEKEDAR ASAL HIDUP

Kamis, 26 September 2013
TIDAK SEKEDAR ASAL HIDUP
Pengkhotbah 12:9-14
Oleh : Pdt.Kristinus Unting, M.Div

Saudara, para peneliti dari James Cook University, Australia kini mendapati bahwa goby kerdil (sejenis ikan air tawar berwarna-warni) memiliki masa hidup yang lebih singkat lagi. Ikan ini cepat berkembang biak dan mati muda. Ikan yang sangat kecil ini hidup di batu-batu karang yang membentang di lautan selama sekitar 56 hari. Siklus perkembangbiakannya yang cepat menghindarkannya dari kepunahan. Apa tujuan dari suatu kehidupan yang muncul begitu cepat dan berakhir begitu singkat ini? Inilah pertanyaan yang pernah diajukan oleh salah satu orang terbijak yang pernah ada.

Pada masa-masa terakhirnya, Salomo, raja ketiga Israel, menjauh dari Allah. Ia menyimpang secara rohani dan kehilangan arah serta tujuan. Ia memandang semua prestasinya dan menganggapnya tidak berharga. Sebelum ia ingat akan Allahnya (Pengkhotbah 12:13,14), ia lupa bahwa kita hidup tidak hanya bagi diri sendiri, tetapi juga demi kehormatan Pribadi yang telah menciptakan kita untuk menyembah-Nya dan menikmati kebersamaan dengan-Nya untuk selamanya.

Pengkhotbah kini tiba di kesimpulan akhir. Apa pesan terpenting dari begitu banyak perenungan hidup yang ke dalamnya kita telah diajak untuk mengarungi? Takutlah akan Allah. Berpeganglah pada perintah-perintah-Nya. Allah akan membuat perhitungan tentang hidup semua orang, baik yang tersembunyi maupun yang terbuka di hadapan publik. Jika saja semua kita menyimak pesan akhir yang penting itu, kita pasti tak akan hidup sia-sia. Arti penting kehidupan tidak dijumpai dalam lamanya masa hidup kita, tetapi dalam penilaian Allah yang kekal tentang bagaimana kita telah memanfaatkan masa hidup itu.

Kitab Pengkhotbah membawa kita merenungkan dalam-dalam betapa singkatnya hidup manusia ini, yang penuh pertentangan, ketidakadilan dan hal-hal yang sulit dimengerti. Maka disimpulkannya bahwa "hidup itu sia-sia". Ia tak dapat memahami tindakan Allah dalam menentukan nasib manusia. Tetapi meskipun demikian, dinasihatinya orang-orang untuk bekerja dengan giat, dan untuk sebanyak mungkin dan selama mungkin menikmati pemberian-pemberian Allah.

Pengkhotbah menasihatkan agar semua orang menghormati Tuhan serta mentaati perintah-perintah-Nya. “Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan ALLAH dan berpeganglah pada perintah-perintahNya, karena ini adalah kewajiban setiap orang. Karena ALLAH akan membawa setiap perbuatan ke pengadilan yang berlaku atas segala sesuatu yang tersembunyi, entah itu baik, entah itu jahat.” (ay. 12 :13). Ya, ini penting kita reningkan secara mendalam, karena akhirnya setiap perbuatan manusia akan diadili dan dibuktikan – benar atau jahat.

Saudara, banyak orang hanya memikirkan cara untuk memperpanjang masa tinggal mereka di bumi, sehingga mereka berjuang untuk menambah usia dalam hidup mereka. Setiap tahun kita menghabiskan miliaran rupiah untuk membeli obat, vitamin, dan makanan-makanan khusus yang membantu kita agar bertahan hidup. Namun sesungguhnya kita lupa bahwa yang membuat hidup ini menjadi berarti adalah kualitas hidup—bukan kuantitas— dan apa yang kita capai untuk Tuhan. Dan, hari-hari kita di atas bumi ini akan diperhitungkan dalam kekekalan hanya ketika kita membaktikan hidup kepada sang Pencipta (Psl. 12:1,13,14).

Mulai hari ini, marilah kita berusaha mengisi waktu-waktu yang ada dengan pelayanan, ibadah, dan segala pekerjaan yang berguna bagi Yang Mahakuasa. Jika hari ini adalah hari terakhir kita hidup (siapa tahu itu benar?), jangan buang-buang waktu untuk memimpikan umur panjang, isilah segera dengan menghasilkan buah yang berlimpah dan menjadi berkat. Daripada berjalan tanpa tujuan melewati jam dan hari begitu saja, marilah kita sungguh-sungguh mengisi hidup ini. Ya, hidup yang berharga (baik panjang ataupun pendek) adalah hidup yang diisi dengan melayani Tuhan dan membawa berkat bagi sesama. Amin!

Diposkan Oleh Admin Renungan Harian Almanak Nas GKE

Rabu, 25 September 2013

NAMA BAIK LEBIH BERHARGA DARI KEKAYAAN BESAR!

Rabu, 25 September 2013
NAMA BAIK LEBIH BERHARGA DARI KEKAYAAN BESAR!
Amsal 22:1-16
Oleh : Pdt.Kristinus Unting, M.Div

Adalah seorang berparas cantik dan kaya bernama Paris Hilton. Dia seorang selebritis sekaligus merupakan anak dari orang nomor satu di bisnis perhotelan terkemukan di dunia. Richard Hilton, ayahnya, adalah pemilik hotel Hilton yang tersebar di seluruh dunia. Paris Hilton terkenal akan kecantikannya. Tetapi dia juga terkenal dengan kehidupan yang glamor, memiliki kebiasaan berpesta pora. Bahkan dia pernah menjalani hukuman penjara karena sederetan pelanggaran lalu lintas. Paris menyandang nama Hilton di belakang namanya, jadi apapun yang dia lakukan, orang akan menghubungkannya dengan ayahnya. Waktu ia menjadi narapidana, secara tidak langsung ia sudah mencemarkan nama baik keluarganya.

Raja Salomo mengajarkan bahwa nama baik lebih berharga dari pada kekayaan besar. Sekaya apapun seseorang, namun jika ia dibenci orang, semuanya tidak akan berarti. Banyak orang lupa menjaga nama baik demi mengejar harta, dan pada akhirnya penyesalan lah yang mereka dapati. Tidak salah jika kita ingin kaya, tetapi perhatikan benar caranya dan untuk apa itu kita inginkan. Karena biar sekaya apapun kita, itu tidak akan pernah lebih berharga dari menjaga nama baik kita dan keluarga. Buat apa kaya harta tetapi kemudian dikecam dan dibenci banyak orang? Apalagi bila hanya sekedar kaya di dunia tapi tidak masuk sorga? Alkitab berkata: "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?" (Matius 16:26).

Menurut penilaian dunia, seseorang bisa dikatakan kaya apabila ia memiliki banyak uang atau harta kekayaan tanpa mempedulikan nama baik. Bagi dunia, harta kekayaan tak memerlukan adanya reputasi yang baik. Meskipun kekayaan yang dimiliki itu berasal dari kecurangan, korupsi atau dukun, tak jadi masalah, orang-orang dunia tetap menyebutnya kaya. Dalam waktu singkat mungkin bisa, tetapi itu tidaklah sebanding dengan nyawa yang kita buang selamanya demi kenikmataan sesaat. Selain hukuman di dunia bisa menjadi konsekuensinya, hukuman berat pun akan datang dari Tuhan yang sangat membenci sikap seperti ini. Akitab dengan tegas menyatakan demikian: "Nama baik lebih berharga dari pada kekayaan besar,..."

Sebagai orang percaya, janganlah sampai kita menggadaikan nama baik kita demi sebuah materi. Karena adalah sia-sia memiliki kekayaan yang melimpah bila kita tidak memiliki 'nama baik'. Allah telah memberikan begitu banyak berkat dan karunia agar kita mampu untuk hidup ditengah-tengah dunia yang sulit ini, dan berbagai kemampuan untuk hidup benar. Menjaga nama baik adalah sikap terpuji serta menyenangkan hati Tuhan. Firman Tuhan berkata: "Ganjaran kerendahan hati dan takut akan Tuhan adalah kekayaan, kehormatan dan kehidupan." (Amsal 22:4).

Nama baik karena hidup jujur, integritas, dan kemurahan hati dalam hidup lebih berharga daripada pemakaman paling mahal sekalipun. Wangi parfum akan segera pudar, tetapi aroma hidup kita yang baik akan senantiasa tinggal. Karenanya, baiklah kita menciptakan kenangan yang akan selalu dihubungkan dengan nama kita, baik dalam kehidupan maupun kematian. Saudara, saat ini kita memiliki kesempatan untuk memperbarui komitmen kita kepada Kristus dan untuk menciptakan nama baik, nama yang memuliakan Dia, menguatkan orang-orang yang kita kasihi selama tahun-tahun hidup kita di dunia dan menjadikan mati kita pun tidak sia-sia nantinya. Amin!

Diposkan Oleh Admin Renungan Harian Almanak Nas GKE

Selasa, 24 September 2013

KESALAHAN ADALAH PROSES PEMBELAJARAN DALAM HIDUP

Selasa, 24 September 2013
KESALAHAN ADALAH PROSES PEMBELAJARAN DALAM HIDUP
Mazmur 25:1-22
Oleh : Pdt.Kristinus Unting, M.Div

Setiap orang hebat sekali pun pasti pernah melakukan kesalahan. Setiap sisi-sisi kebesaran selalu tersembunyi kegagalan. Bahkan sesuci apapun orang itu, ada kalanya ia juga jatuh dalam dosa. Namun, sebenanrya kesalahan bisa diperbaiki jika mau memperbaiki diri. Sebuah kesalaha bukan berarti vonis gagal untuk selamanya jika kita memiliki itikat baik untuk membaharui diri. Kesalahan hanyalah sebuah proses pembelajaran hidup, jadi tak seharusnya kita menolak untuk mengampuni diri sendiri. Apa yang kita lakukan disaat kita melakukan kesalahan fatal atau jatuh dalam dosa? Apakah kita akan membiarkan iblis terus menerus mengintimidasi kita? Ataukah sebaliknya kita mau mengampuni diri kita sendiri sebagaimana Tuhan telah mengampuni kita?

Kita acap kali tidak dapat bertahan untuk hidup kudus dan benar, tetapi Allah selalu mengampuni dan memberi kesempatan untuk memperbaiki diri. Tanpa berdamai dengan diri sendiri kita tak akan pernah merasa bahagia dan jiwa kita akan terus tertekan dengan kesalahan masa lalu. Karenanya tidak heran jika banyak dari kita merasa dekat dengan Tuhan, tapi kita tidak pernah mengenal rahasia hatiNya yang terdalam.

Daud juga mengalaminya. Daud menyadari bahwa dia juga bisa jatuh ke dalam dosa dan melanggar perintah Tuhan, namun, ia berani memohon pengampunan dan pertolongan Tuhan. Tuhan penuh kasih dan kesabaran. Mazmur ini lahir dari pergumulan seorang yang hidup dalam persekutuan yang mesra dengan Tuhan. Ia menyadari dosanya. Ia juga meminta agar Tuhan mengampuni perbuatan dosa masa mudanya. Ia yakin dan percaya bahwa kasih setia Allah menaunginya. Ia datang kepada Tuhan meminta pembebasan dari kesesakan batiniah dan ancaman lahiriah.

Daud memaparkan cara menghadapi ketidaknyamanan ini (Mzm. 25): (1) percaya akan pimpinan Tuhan (ay. 1-3); (2) mengingat akan kebaikan Tuhan (ay. 8-15) dan (3) mohon pertolongan Tuhan (ay. 3-7; 16-22). Ay. 1-3 menunjukkan bahwa Daud percaya bahwa Tuhan tidak akan pernah mempermalukannya. Setelah itu, ayat 8–15 menunjukkan bahwa Daud mengingat bahwa Tuhan itu baik dan senantiasa memberikan tuntunan bagi orang yang mau datang pada-Nya. Ayat 3-7 dan 16-22 menunjukkan betapa Daud bergantung kepada Tuhan. Bagaimana dengan Anda?

Banyak orang datang ke hadirat Tuhan dengan harapan Tuhan harus mendengarkan apa yang diinginkannya, perasaannya, apa yang menjadi kerinduannya. Tapi tidak banyak orang percaya yang datang di hadirat Tuhan dan berdiam mendengarkan keinginan, kerinduan dan curahan isi hati Tuhan. Betapa seringnya kita membiarkan diri ditipu oleh Iblis sehingga memiliki anggapan bahwa Tuhan sudah bosan mengampuni kita yang berulang kali jatuh ke dalam dosa.

Membangun kedekatan dengan Tuhan bukanlah sebuah perkara instan. Ini butuh proses setiap hari, proses penyaliban keinginan diri sendiri dan membiarkan Tuhan bekerja dengan cara-caraNya yang ajaib. Setiap kali pengampunan dinyatakan, petunjuk hidup baru diberikan. Hiduplah senantiasa dalam pola petunjuk hidup baru yang telah Allah berikan dalam kehidupan Anda! Amin!

Diposkan Oleh Admin Renungan Harian Almanak Nas GKE

Senin, 23 September 2013

BERBAHAGIALAH ORANG YANG MENANG DI DALAM TUHAN

Senin, 23 September 2013
BERBAHAGIALAH ORANG YANG MENANG DI DALAM TUHAN
Wahyu 15:1-4
Oleh : Pdt.Kristinus Unting, M.Div

Dalam Perjanjian Lama tercatat dua nyanyian Musa, satu dalam Keluaran 15, di mana Musa merayakan kemenangan atas Firaun, dan satu lagi dalam Ulangan 32, di mana Musa merayakan kemurahan dan hukuman Allah, sebelum Musa meninggal. Nyanyian Musa dari Keluaran 15 menjadi dasar dari nyanyian yang dicatat dalam Wahyu pasal 15:3-4. Nyanyian Musa dalam Keluaran cocok sekali dengan konteks Kitab Wahyu, karena dalam nyanyian itu Musa merayakan kemenangan. Dalam Wahyu pasal 15 kemenangan juga dirayakan, suatu kemenangan yang jauh lebih mulia daripada kemenangan Musa, di mana kemenangan Musa menjadi tipos dari kemenangan Kristus. Pada zaman gereja mula-mula, hari meninggalnya orang Kristen yang mati syahid dirayakan sebagai "hari kemenangan".

Dalam kitab Wahyu pasal 15 ini, Yohanes melihat sekumpulan besar orang yang keluar dari Kesusahan Besar, orang yang menang atas segala godaan, dan menyembah Tuhan Allah. Dan dalam pasal 7 mereka juga menyembah Allah, dan Anak Domba. Setelah itu, malapetaka ketujuh sangkakala baru dikisahkan. Demikian juga di dalam pasal 15:2, sebelum kisah malapetaka ketujuh cawan dikisahkan, Yohanes melihat orang-orang yang telah mengalahkan binatang itu dan patungnya dan bilangan namanya.

Melalui nas ini kita diingatkan kembali tentang sifat Allah yang adil dan benar; Allah yang menghukum dan memulihkan; Allah yang dalam segala perbuatan-Nya, selalu mengingatkan umat akan perbuatan-perbuatan-Nya terdahulu. Dalam penglihatan Yohanes, kita melihat dua hal.

Pertama, penglihatan Yohanes yang sangat serupa dengan keadaan yang terdapat di kitab Keluaran pasal 14 dan 15 (ayat 2). Penglihatan ini memaparkan kepada kita tentang ungkapan syukur orang-orang Israel kepada Allah ketika menyeberangi Laut Merah, dan diselamatkan dari kejaran orang-orang Mesir, yang tewas dalam laut.

Kedua, Yohanes melihat sesuatu yang menakutkan (ayat 5-8). Dia melihat tujuh malaikat yang menampakkan kekudusan Allah sambil membawa tujuh malapetaka (ayat 6). Ketujuh malapetaka ini masih merupakan perwujudan murka Allah yang terakhir (ayat 1,7). Penglihatan ini mengingatkan umat bahwa benar ini adalah hukuman yang terakhir, yang mengakhiri murka Allah. Tetapi, justru dalam penghukuman terakhir inilah, Allah mencurahkan penghukuman yang sebenar-benarnya, dan sepenuh-penuhnya.

Ungkapan syukur bagi Allah tersebut mereka kumandangkan lewat nyanyian pujian di tepi laut itu. Dalam nyanyian tersebut terungkap pengakuan kekal sepanjang masa bahwa Allahlah yang membebaskan mereka. Bahkan dalam setiap upacara pengorbanan domba Paskah, nyanyian ini yang terus-menerus dinyanyikan. Hal menarik untuk kita perhatikan, yaitu mengenai dua nyanyian: nyanyian Musa dan nyanyian Anak Domba (ayat 3-4) – dalam Perjanjian Baru, Anak Domba adalah sebutan untuk Yesus Kristus. Mengapa kedua nyanyian tersebut saling terkait? Pembebasan yang Allah demonstrasikan melalui Musa di Perjanjian Lama, yang adalah fakta sejarah, mengarahkan kita pada fakta pembebasan yang sempurna dan sejati dalam Perjanjian Baru, yaitu pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib.

Saudara, Tuhan Yesus sudah menjanjikan berkat yang indah dan hebat kepada yang setia, kepada "barangsiapa yang menang", kepada "yang menuruti apa yang tertulis di dalam" Kitab Wahyu. Dalam bagian ketiga ini dibuktikan bahwa janji-janji itu bukan omong kosong, tetapi Dia mampu menggenapi janji-Nya, karena Dia akan mengalahkan musuh-Nya dan mendirikan Kerajaan-Nya. Juga, mereka yang menganiaya anggota jemaat Kristus akan dikalahkan oleh Raja atas segala raja, sehingga mereka yang dianiaya akan dihibur dan didorong untuk setia di dalam penganiayaan. Karena itu, orang Kristen yang bijaksana adalah orang Kristen yang memiliki sikap takut kepada Tuhan. Amin!

Diposkan Oleh Admin Renungan Harian Almanak Nas GKE

Minggu, 22 September 2013

PENTINGNYA MEMILIKI RASA TAKUT AKAN ALLAH

Minggu, 22 September 2013
PENTINGNYA MEMILIKI RASA TAKUT AKAN ALLAH
Mazmur 111:1-10
Oleh : Pdt.Kristinus Unting, M.Div
“Takut akan Allah” merupakan syarat mutlak jika kita ingin menerima kasih anugerah dan berkat Allah. Dengan kata lain, Takut akan Allah merupakan aspek penting dari hubungan seorang percaya dengan Allah. Pemazmur menulis, "Permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan" (Ay.10). Allah jauh lebih besar dalam segala hal dibanding kita. Dalam ayat 2 Pemazmur berkata: "Besar perbuatan-perbuatan Tuhan" Semua itu merupakan hasil kasih, kekuatan, hikmat, nubuat, kehendak, dan kesetiaan-Nya.Takut akan Allah berarti menggenggam kebenaran ini.

Takut akan Allah adalah kesadaran akan kekudusan, keadilan, dan kebenaran-Nya sebagai pasangan terhadap kasih dan pengampunan-Nya, yaitu: mengenal Dia dan memahami sepenuhnya siapakah Dia (bdk. Ams 2:5). Menurut para pemazmur, takut akan Tuhan itu sama dengan sangat suka kepada segala perintah- Nya (Bdk. Maz. 112:1) dan mengikuti ketetapan-ketetapan-Nya (bdk. Maz. 119:63).Takut semacam itu berlandaskan pengakuan bahwa Allah adalah Allah yang kudus, yang tabiat-Nya itu membuat Dia menghukum dosa.

Namun, kita terkadang terlampau mudah mengabaikan kebenaran itu ketika kita tidak berada di dekat Allah. Semakin kita dekat kepada-Nya, semakin kita menyadari betapa kurangnya kita, dan betapa kita amat membutuhkan hikmat-Nya yang jauh lebih besar untuk mengarahkan hidup kita. Apabila kita mengandalkan diri kita yang kecil ini, maka itu berarti kita mengabaikan hakikat bahwa Allah itu besar. Jika kita mau jujur, bahwa perspektif kita yang terbatas sering salah dan kadang kala dapat merusak rasa takut akan Allah.

Seringkali dalam hidup ini, rencana dan kehendak Tuhan tidak sesuai dengan kemauan kita atau tidak sama dengan apa yang kita pikirkan. Hati kita seringkali memberontak dan bergumul dengan hebat. Kita tidak dapat menerima kalau jalan yang kita inginkan tidak diberkatai Tuhan. Dan tak jarang kita memaksakan keinginan kita agar Tuhan menyetujui dan memberkatinya. Kita mencoba memaksa dan mengatur-atur Tuhan. Bagaimana orang dapat menjadi bijaksana? Satu-satunya cara ialah dengan menghormati Allah. Karena perkembangan dalam kebijaksanaan diperoleh dengan menaati hukum-hukum-Nya.

Saudara, orang percaya yang memiliki rasa takut akan Allah, akan memandang Dia dengan kekaguman dan penghormatan kudus serta menghormati-Nya sebagai Allah karena kemuliaan, kekudusan, keagungan, dan kuasa-Nya yang besar. Ya, takut yang sejati akan Allah menyebabkan orang percaya menaruh iman dan kepercayaan untuk beroleh selamat hanya kepada-Nya. Allah yang setia, memberikan berkat rohani dan jasmani , jaminan hidup yang berkelimpahan dan berkemenangan bagi orang-orang yang percaya kepada-Nya. Dia adalah Allah yang setia dan Dia mau agar setiap kita juga menjadi orang percaya yang setia kepada-Nya. Pujilah Dia untuk selama-lamanya. Jangan takut terhadap apa yang engkau derita! Allah itu juga adalah Allah. Ya, Dialah Allah sumber segala kebajikan. Amin!

Diambil dari : Facebook RENUNGAN IMAN GKE 
Diposkan Oleh Admin Renungan Harian Almanak Nas GKE

Sabtu, 21 September 2013

MENGHARGAI ORANG ADALAH SIKAP KRISTIANI SEJATI

Sabtu, 21 September 2013
MENGHARGAI ORANG ADALAH SIKAP KRISTIANI SEJATI
1 Samuel 12:1-25
        Oleh : Pdt. Kristinus Unting
Kitab 1 Samuel berisi sejarah Israel dalam masa peralihan dari zaman Hakim-Hakim kepada zaman Raja-Raja. SETELAH zaman Simson, Samuel melayani sebagai nabi dan hakim di Israel. Samuel adalah seorang dari suku Efraim asal Rama (1Sam 1:1). Menurut 1Taw 6:13 ia adalah seorang keturunan suku Lewi. Ia berjasa membebaskan bangsanya dari malapetaka nasional dan religius yang sangat dahsyat; karena tidak adanya kesatuan para suku pada zaman para Hakim, pula karena desakan maju orang-orang Filistin, pula karena pelaksanaan agama yang tercampur dengan pandangan kafir Kanaan. Kecuali itu juga disebabkan oleh timbulnya akhlak liar. Seluruh malapetaka nasional itu dilambangkan secara lahiriah dalam hilangnya tabut perjanjian, benda kudus nasional mereka. 
Pada permulaannya Samuel tidak setuju dengan pendirian kerajaan yang dipakai untuk mempersatukan bangsanya. Sikap religiusnya ditandai oleh ketaatannya yang tanpa syarat atas kehendak Allah (1Taw 15:22 dst.). Namun orang Israel terus menyatakan keinginan mereka untuk menjadi seperti bangsa lain dan diperintah oleh seorang raja manusia. Perubahan dalam kehidupan nasional di Israel itu khususnya berkisar pada tiga orang: Nabi Samuel, Raja Saul, dan Raja Daud. Meskipun permintaan bangsa Israel ini sebenarnya menyinggung perasaan Allah, Ia menyuruh Samuel mengabulkannya. Allah memilih Saul yang rendah hati untuk menjadi raja. Belakangan, Raja Saul menjadi congkak dan tidak taat. Apa relevansi nas ini untuk kita saat ini? Ya, intinya bagaimana kita belajar untuk menghargai orang lain. Karena menghargai orang lain adalah cirri kehidupan Kristen yang sejati!
“Menghargai” adalah satu kata yang mudah di ucapkan tapi sering kali kita lupakan. Kenapa kita sering kali melupakan? Karena kita cenderung melihat sesuatu dari sudut pandang kita sendiri. Di sadari atau tidak kita adalah manusia selalu butuh yang namanya di terima, meskipun dengan orang yang tidak di kenal sekalipun. Jika kita sendiri harus sadar bahwa kita butuh diterima oleh orang lain, maka sudah sewajarnya juga kita bisa menerima keadaan orang lain secara apa adanya. Hal ini akan membuat orang lain senang dan merasa sangat di hargai. Dengan memberikan penerimaan secara tulus kepada orang lain, kita meningkatkan penghargaan dirinya, memperbaiki citra dirinya, serta membuatnya merasa santai, dan aman dengan keberadaan kita.

Menghargai orang lain itu sangat penting karena hal yang demikian adalah bentuk penghargaan kita, cara pandang kita, penilaian kita terhadap orang lain. Selain itu karena kita ini adalah makhluk sosial, makhluk yang tidak akan mungkin bisa hidup tanpa orang lain. Karena itu, sebagai orang percaya, kita tidak seharusnya hanya mengkritik kekurangan para pekerja, majelis, atau pengelolaan gereja kita sendiri. Atau jika keinginan kita tidak diindahkan karena dianggap bertentangan dengan aturan yang ada, lalu buru-buru lari ke gereja lain. Ini sikap adalah sikap kekanak-kanakkan cara beragama.

Mengkritik memang di perbolahkan, tapi mengkritik dengan maksud menghancurkan jelas bertentangan dengan sikap kekristenan kita. Kritikan yang pedas akan menghancurkan orang lain secara psikologis, sehingga hal ini akan berdampak pula pada cara pandang orang terhadap diri kita. Jika harus menyampaikan kritik juga karena keadaan sudah dianggap sangat keterlaluan, belajarlah untuk memberikan kritik yang membangun, dengan begitu orang lain akan lebih merasa di hargai. Selain itu kritikan yang membangun juga akan membuat orang lain semakin respect dengan kita. Ketimbang lebih banyak mengkritik, lebih baik diperbanyak mengucapkan terima kasih kepada setiap orang yang telah berjasa dalam banyak hal bagi kehidupan, juga bagi persekutuan.

Sebagai orang percaya, perlu kita tanamkan cara berpikir positif kepada orang lain karena biasanya hal itu akan mendatang sikap dan tindakan yang positif pula terhadaap orang lain. Ucapkanlah terimakasih kepada semua orang, atas apa yang di lakukakannya kepada anda, meskipun itu hanya sesuatu yang kecil. Percayalah dengan kita mengucapkan terima kasih untuk hal yang kecil orang akan segera melakukan hal yang besar untuk diri kita. Amin!

Diposkan Oleh Admin Renungan Harian Almanak Nas GKE

Kamis, 19 September 2013

MENDENGAR, MENDENGAR, MENDENGAR

Kamis, 19 September 2013
MENDENGAR, MENDENGAR, MENDENGAR
Nas Bacaan : Ulangan 31:9-13

“Seluruh bangsa itu berkumpul,…supaya mereka mendengarnya dan belajar takut akan Tuhan, Allahmu, dan mereka melakukan dengan setia segala perkataan hukum Taurat ini,” Ulangan 31:12

Bukan tanpa tujuan bila Tuhan menciptakan 2 telinga dan 1 mulut kepada manusia, yaitu supaya kita lebih banyak mendengar daripada berucap atau berkata-kata. Meski demikian, kebanyakan orang lebih mudah menggunakan mulutnya untuk hal-hal yang sia-sia, menghakimi orang lain, mengumpat, menggosip, marah, mengeluh, tetapi sangat sulit membuka telinganya terhadap teguran, nasihat, terlebih lagi firman Tuhan.

Itulah sebabnya Musa memerintahkan seluruh umat Israel, tanpa terkecuali, berkumpul supaya mereka mendengarkan hukum Tuhan dan belajar takut akan Dia. Alkitab menyatakan, “…perhatikanlah cara kamu mendengar. Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, dari padanya akan diambil, juga apa yang ia anggap ada padanya.” (Lukas 8:18). Mendengarkan firman Tuhan adalah sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan orang percaya. Lebih penting lagi adalah mendengarkan dengan baik apa yang kita dengar. Jika tidak, firman yang kita dengar itu tidak akan berdampak apa pun dalam hidup kita. Semakin banyak mendengar kita akan semakin mengerti; semakin mengerti membuat kita semakin percaya dan percaya membuat kita bertindak.

Ada contoh perempuan dengan pendarahan 12 tahun yang lalu menerima kesembuhan karena terlebih dahulu banyak mendengar berita tentang Yesus. Kemampuannya mendengar perbuatan-perbuatan ajaib yang dikerjakan Yesus membuat imannya semakin bertumbuh, sehingga ia memiliki keberanian menerobos kerumunan orang dan menyentuh jumbai jubah Yesus, meskipun ia dipandang najis menurut hukum saat itu yang melarang dirinya menyentuh siapa saja; “…di tengah-tengah orang banyak itu ia mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jubahNya. Sebab katanya: ‘Asal kujamah saja jubahNya, aku akan sembuh.’ Seketika itu juga berhentilah pendarahannya dan ia merasa, bahwa badannya sudah sembuh dari penyakitnya.” (Markus 5:27-29).

“Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.” Roma 10:17

Sumber : Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Juni 2010

Diposkan Oleh Admin Renungan Harian Almanak Nas GKE