Renungan Harian GKE ini menjadi berkat untuk Jemaat GKE dimana saja.

Senin, 30 September 2013

Hati yang Telah Digerkkan oleh Kasih Allah

Senin, 30 September 2013
HATI YANG TELAH DIGERAKKAN OLEH KASIH ALLAH
Mazmur 36:1-13
Oleh : Kristinus Unting

Entah apa perasaan saudara ketika membaca kisah nyata berikut ini. Apakah menitikkan air mata. Atau biasa-biasa saja, tidak percaya, atau malah sinis segala?. Ya, tentang kisah nyata seorang kakek tua di Tianjin, Cina bernama Bai Fang Li. Ia bukanlah orang yang berkelimpahan harta. Li adalah kakek yang miskin secara materi, tetapi punya hati yang luar biasa kaya. Kemiskinan tidak membuatnya punya alasan untuk memberi. Ia terpanggil untuk memberi sumbangan kepada sekolah-sekolah dan universitas di kotanya untuk menolong lebih dari 300 anak miskin agar mampu memperoleh pendidikan demi masa depan mereka. Selama 20 tahun ia menggenjot becaknya demi memperoleh uang agar bisa menambah jumlah sumbangannya.

Ia memilih hidup secukupnya agar bisa semakin banyak memberi. Makan siangnya hanyalah dua buah kue kismis dan air tawar, sedang malamnya ia hanya makan sepotong daging atau sebutir telur. Baju yang ia kenakan diambil dari tempat sampah, jika mendapat beberapa helai pakaian itu sudah merupakan suatu kemewahan. Li menarik becak tanpa henti, 365 hari setahun tanp peduli kondisi cuaca. Baik ketika salju turun atau panas terik menyengat, dia terus mengayuh becaknya mulai jam 6 pagi hingga jam 8 malam. "Tidak apa-apa saya menderita", tetapi biarlah anak-anak yang miskin itu dapat bersekolah" katanya. Ketika usianya menginjak 90 tahun, ia tahu ia tidak mampu lagi mengayuh becaknya.

Tabungan terakhirnya berjumlah 500 yuan atau sekitar Rp 650.000, dan semuanya ia sumbangkan ke sekolah Yao Hua. Dia berkata, "Saya sudah tidak dapat mengayuh becak lagi. Saya tidak dapat menyumbang lagi. Ini mungkin terakhir yang dapat saya sumbangkan.." Dan semua guru disana pun menangis. Tiga tahun kemudian, Bai Fang Li wafat dan dikatakan meninggal dalam kemiskinan. Tetapi lihatlah dibalik kemiskinannya itu ia telah menyumbang 350.000 yuan secara total, atau sekitar Rp 455 juta rupiah selama hidupnya. Ia membaktikan hidupnya secara penuh demi membantu anak-anak miskin yang tidak sanggup sekolah. Sebuah kisah inspiratif yang sungguh mengharukan.

Oh, saudara..... Dari milyaran orang di dunia ini, ada berapa banyak Bai Fang Li yang peduli terhadap sesamanya dan mau mengorbankan diri demi membantu mereka? Orang miskin seperti Bai Fang Li mau melakukan itu, sementara banyak orang kaya masih saja merasa tidak cukup untuk bisa berbuat sesuatu bagi sesamanya. Di tengah kehidupan dunia yang berpusat pada kepentingan pribadi, bukankah yang sering terjadi hanyalah memikirkan kepentingan pribadi saja? Atau paling banter sebatas keluarga saja? Bahkan kalau perlu saling sikut dan membinasakan demi keuntungan sendiri?

Apa yang dilakukan Bai Fang Li menunjukkan bahwa ternyata masih ada orang-orang berhati mulia melebihi emas di muka bumi ini. Ketika orang terus merasa dirinya tidak mampu dan menolak membantu orang yang susah meski hanya sedikit saja sekalipun, Bai Fang Li menunjukkan bahwa ia masih terus bisa memberi dalam kekurangannya. Kontribusinya bukanlah sebatas kata-kata simpati saja, tetapi semua tertumpah nyata lewat pengorbanan-pengorbanan yang ia lakukan demi membantu anak-anak yang tidak memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan.

Saudara, perenungan mendalam kita adalah, kenapa ia mampu tidak memikirkan dirinya sendiri, bahkan rela berkorban habis-habisan sampai batas terakhir kekuatannya demi menolong sesamanya? Ya, yang pasti adalah persoalan hati. Apa yang bertahta di hati manusia. Apakah hatinya penuh rancangan kejahatan atau telah diisi oleh kasih Allah (ay.5). orang semacam Lie mampu berbuat demikian tentu karena hatinya telah digerakkan oleh kasih Allah (ay.10,11). Ia tahu persis apa yang sekiranya membuat hidupnya berharga dan mati tidak sia-sia! Tanpa itu, manusia tak mungkin dapat berbuat apa- yang terbaik bagi sesamanya. Bagaimana dengan Anda dan saya? Oh……malu rasanya. Jika mau jujur, kita yang mengaku sebagai anak-anak Tuhan ternyata tidak memiliki secuilpun hati seperti dia. Saudara, mungkin kita memang tidak mampu berbuat seperti yang dilakukan Bai Fang Li. Tapi paling tidak, janganlah kita sampai menyusahkan hidup orang lain. Amin!

Diposkan Oleh Admin Renungan Harian Almanak Nas GKE

0 komentar:

Posting Komentar

Jangan Lupa tinggalkan pesan/komentar selesai berkunjung di Renungan Harian Almanak Nas GKE ini.