Sabtu, 28 September 2013
HIDUP DALAM KEKUDUSAN
Imamat 19:1-37
Oleh : Pdt.Kristinus Unting, M.Div
Kita
seringkali disebut orang-orang kudus, tetapi apakah benar hidup kita
kudus? Kita harus hidup kudus bukan hanya karena Allah menghendaki kita
untuk hidup kudus, tetapi juga karena diri kita semestinya mengungkapkan
kehadiran Allah di tengah dunia. Yohanes Calvin menulis di dalam
Institutio, “Kekudusan hidup merupakan suatu target yang mesti
diusahakan dan diperjuangkan.” Maukah kita mengusahakan dan
memperjuangkannya? Pengenalan akan jati diri sebagai umat Tuhan adalah
hal yang mendasar dan penting. Umat Tuhan adalah umat yang dikuduskan,
umat yang menjaga diri dari hal-hal yang najis. Maka persoalannya bukan
siapa aku dulu, tetapi siapa aku sekarang yang menentukan apakah aku
termasuk umat Tuhan atau tidak.
Hidup
yang kudus merupakan pintu masuk dimana berkat Allah akan dinyatakan
dalam hidup kita. Firman Allah menegaskan: “Kuduslah kamu, sebab Aku,
TUHAN, Allahmu, kudus.” (ay.2). Selanjutnya dikatakan: “Janganlah engkau
menyebarkan fitnah di antara orang-orang sebangsamu; janganlah engkau
mengancam hidup sesamamu manusia; Akulah TUHAN” (ay.16) Demikian juga
dikatakan: “Apabila seorang laki-laki bersetubuh dengan seorang
perempuan, yakni seorang budak perempuan yang ada di bawah kuasa
laki-laki lain, tetapi yang tidak pernah ditebus dan tidak juga diberi
tanda surat merdeka, maka perbuatan itu haruslah dihukum; tetapi
janganlah keduanya dihukum mati, karena perempuan itu belum
dimerdekakan.” (ay.20).
Sneca,
seorang ahli filsafat dari Roma pernah mengatakan, bahwa: “Perempuan
dinikmati untuk diceraikan, dan diceraikan untuk dinikahi.” Dalam nada
yang hampir sama, Demosthenes, seorang ahli filsafat dari Yunani juga
pernah mengatakan: “Kita memelihara orang sundal untuk kesenanga; kita
memelihara gundik untuk keperluan badani sehari-hari; kita memelihara
isteri untuk beranak dan memelihara rumah tangga.” Orang percaya
dituntut untuk memiliki martabat hidup yang lebih tinggi (pengudusan)
dari masyarakat di sekitar yang biasa dengan kehidupan yang tidak sesuai
dengan kehendak Allah (kafir). Pergumulan kita jaman sekarang, kita
melihat ada banyak orang Kristen yang kembali pada perbuatan-perbuatan
cemar seperti perzinahan, perselingkuhan, perceraian dengan begitu
mudah. Padahal Tuhan memanggil kita menjadi jemaat-Nya, bukanlah untuk
melakukan yang cemar, melainkan apa yang kudus (bdk.I Tes. 4:7).
Saudara-saudara
yang dikasihi dan mengasihi Tuhan Yesus..Tidak ada cara lain untuk
menyaksikan bahwa kekristenan lebih baik dari yang lain dalam kehidupan
ini selain dari bagaimana kita menampilkan diri sebagai manusia yang
baik, memperlihatkan sikap hormat kepada Tuhan, moral etis yang baik,
bekerja dengan baik, menjadi seorang teman yang lebih baik, dan menjadi
orang yang dapat dipercaya. Dalam sikap etis moral, semestinya orang
percaya lebih bersungguh-sungguh lagi dalam hal kasih dan kesetiaan,
menghormati pernikahan yang sesuai dengan azas kekristenan (monogami).
Kasih Yesus harus menjadi pola hidup kita, karena kasih itu sendiri
merupakan hakikat atau kesempurnaan Allah. Dalam segi cara hidup, orang
Kristen seharusnya melakukan pekerjaannya sehari-hari dengan tenang,
rajin dan efisien. Hidup dalam kekudusan adalah langkah penting untuk
kita bisa berdampingan dengan ALLAH. Dan memang, dibutuhkan kekudusan
hidup bila kita sungguh-sungguh rindu untuk bisa mengalami perjumpaan
dengan TUHAN Yang Maha Kudus nantinya, “Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN,
Allahmu, kudus.” Amin!
0 komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa tinggalkan pesan/komentar selesai berkunjung di Renungan Harian Almanak Nas GKE ini.