Selasa, 08 Oktober 2013
TERLENA DALAM KENYAMANAN
Wahyu 3:14-22
Laodikia
adalah sebuah kota yang sangat kaya di Propinsi Asia pada masa para
rasul. Kota ini terletak di antara Hierapolis dan Kolose. Di Hierapolis,
terdapat mata air panas yang berkhasiat menyembuhkan. Aliran mata air
ini mengalir ke Kolose, melewati Laodikia. Namun, ketika melewati
Laodikia, airnya sudah suam-suam, tidak panas lagi tapi juga tidak
dingin, orang yang meminum air ini akan menderita sakit perut. Kota ini
terkenal akan perbankannya, wol hitam, sekolah kedokteran, serta
produksi salep mata dan salep telinganya.
Dengan
kondisi kota demikian, jemaat di Laodikia menjadi sombong dan Tuhan
melihat bahwa kerohanian dari jemaat ini tidak berbeda dengan kualitas
air yang melewati kota itu. Jemaat ini tidak terancam oleh ajaran sesat
maupun penganiayaan seperti yang terjadi di jemaat yang lain. Bahkan
mereka sangat diberkati melimpah secara finansial. Namun keadaan ini
membuat ibadah mereka hanya sebuah rutinitas. Tidak ada kesungguhan dan
penyerahan diri total kepada Allah ketika mereka beribadah. Tuhan muak
dengan situasi seperti ini dan hendak memuntahkan mereka. Karena itu,
Tuhan memberikan 3 perintah bagi jemaat ini agar tidak dimuntahkan.
Pertama,
Tuhan mengharuskan mereka untuk memperkaya diri dengan kekayaan rohani
(ay. 18a). Matius 6:33 yang berbunyi, carilah dahulu kerajaan Allah dan
kebenaranNya maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Ayat ini
memiliki maksud yang sama dengan perintah pertama Tuhan kepada jemaat
Laodikia. Kedua ayat ini menekankan pengenalan akan Allah melalui
FirmanNya. Karena ketika seseorang tidak hanya fokus kepada materi,
melainkan mencari kebenaran Firman Allah, maka ia akan tahan uji dalam
setiap kondisi yang dihadapinya. Seperti pemazmur mengatakan bahwa orang
yang kesukaannya adalah Taurat Tuhan akan seperti pohon yang ditanam di
tepi aliran air dan segala yang diperbuatnya pasti berhasil. Ia akan
memiliki pengaruh yang besar terhadap lingkungan di sekelilingnya. Ia
akan menjadi teladan bagi sekitarnya, sehingga melalui kehidupannya
banyak orang akan mengenal Allah.
Kedua,
Tuhan memerintahkan jemaat Laodikia untuk berjalan dalam kebenaran dan
senantiasa hidup kudus (ay. 18b). Sebagai tubuh Kristus, jemaat –tidak
hanya Laodikia, tapi juga kita di sini- harus hidup kudus, karena Allah
kudus. Imamat 11:44 mengatakan, “Kuduslah kamu sebab Aku kudus.”
Kekudusan adalah hal yang sangat penting bagi Allah. Ketika seseorang
hidup kudus, ia merefleksikan Allah dalam dirinya. Ia menyatakan bahwa
dirinya adalah milik Allah. Dan ia mempermalukan iblis.
Ketiga,
Tuhan memerintahkan jemaat Laodikia untuk memiliki kepekaan terhadap
kehendak Tuhan (ay. 18c). Jemaat Laodikia merasa puas dengan keadaan
pada waktu itu dan merasa dirinya tidak kekurangan apapun. Mereka merasa
tidak perlu lagi berdoa, tidak perlu ada kebangunan rohani, tidak perlu
memperdalam ajaaran Alkitab. Mereka tidak dapat melihat pekerjaan Allah
dan kehendak Allah dengan jelas. Karena itu pula Tuhan memerintahkan
mereka untuk membeli salep dariNya. Agar mereka dapat melihat kembali
dam memiliki kepekaan terhadap kehendak Allah. Ketika seseorang memiliki
kepekaan terhadap kehendak Tuhan maka ia akan diterangi oleh Roh Kudus,
sehingga ia tidak lagi hidup di dalam kegelapan. Ia akan menaati segala
perintah Tuhan, ia akan dapat berlaku adil, serta akan mengetahui
segala rahasia-rahasia Allah.
Ketiga perintah ini hanya dapat dilaksanakan jika kita intim dengan Allah.
Perhatikan ayat 20. Di sini dikatakan bahwa, Allah akan masuk dan duduk makan bersama orang yang mendengar suaraNya dan membuka pintu bagiNya. Kata yang dipakai dalam ayat ini adalah “makan malam”, bukan sarapan dan bukan makan siang. Ini tentu saja memiliki makna sendiri. Baik dulu maupun sekarang, orang akan sarapan dan makan siang dengan waktu terbatas. Namun, dalam suasana makan malam itu terdapat persekutuan yang indah karena kita tidak diburu waktu karena banyaknya kegiatan dari pagi hingga sore hari. Orang bisa melakukan makan malam dengan waktu yang lebih panjang. Persekutuan inilah yang didambakan Yesus dari kita. Dalam suasana intim seperti ini kita bisa lebih memahami dan menikmati Yesus.
Perhatikan ayat 20. Di sini dikatakan bahwa, Allah akan masuk dan duduk makan bersama orang yang mendengar suaraNya dan membuka pintu bagiNya. Kata yang dipakai dalam ayat ini adalah “makan malam”, bukan sarapan dan bukan makan siang. Ini tentu saja memiliki makna sendiri. Baik dulu maupun sekarang, orang akan sarapan dan makan siang dengan waktu terbatas. Namun, dalam suasana makan malam itu terdapat persekutuan yang indah karena kita tidak diburu waktu karena banyaknya kegiatan dari pagi hingga sore hari. Orang bisa melakukan makan malam dengan waktu yang lebih panjang. Persekutuan inilah yang didambakan Yesus dari kita. Dalam suasana intim seperti ini kita bisa lebih memahami dan menikmati Yesus.
Seperti
jemaat Laodikia, kitapun saat ini tidak menghadapi penyesatan maupun
penganiayaan. Namun apakah kita mau suam-suam seperti Laodikia? Apakah
kita mau dimuntahkan oleh Tuhan? Saya percaya tidak ada seorangpun yang
mau. Oleh karena itu janganlah terlena dengan kenyamaan yang kita
rasakan, melainkan carilah kekayaan rohani, hiduplah dalam kekudusan,
dan berlatihlah untuk lebih peka terhadap kehendak Allah, dengan cara
bergaul intim dengan Allah. Selamat intim dengan Allah, dan selamat
terhindar dari keterlenaan. Tuhan Yesus memberkati. Amin.
Diposkan Oleh Admin Renungan Harian Almanak Nas GKE
0 komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa tinggalkan pesan/komentar selesai berkunjung di Renungan Harian Almanak Nas GKE ini.